PENDIDIKAN NILAI :
Sebuah Tantangan dan Harapan
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Mengapa para pejabat negara dan politisi semakin gandrung melakukan praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) ? Mengapa aparat penegak hukum cenderung melanggar peraturan-peraturan hukum yang mereka buat sendiri ? Mengapa para elite politik suka ”cakar-mencakar” dan berusaha menjatuhkan lawan-lawan politiknya ? Mengapa kaum intelektual cenderung melanggar etika profesinya dan visi-misi luhurnya ? Mengapa sesama anak-anak bangsa senang menabur benih-benih kebencian, permusuhan, dengki, dan dendam ? Mengapa para siswa-siswi dan mahasiswa-mahasiswi sering terlibat dalam aksi-aksi kekerasan, pornografi, seks bebas, narkoba, dan aneka macam penyakit sosial lainnya ? Mengapa antar sesama anggota keluarga sering terjadi percecokan, perkelahian, bahkan berakhir pada pembunuhan ? Mengapa hidup kita selalu diwarnai tragedi-tragedi kemanusiaan yang memilukan, dan seterusnya ?
Salah satu jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas adalah karena kita gagal menumbuhkembangkan pendidikan nilai, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam beberapa dekade terakhir ini, pembangunan kita cenderung berorientasi pada sesuatu yang bersifat pragmatis, yaitu hasil yang bisa dilihat dengan mata dan dinikmati oleh perut.
Institusi pendidikan yang fungsi awalnya untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, saat ini tidak lebih dari sekadar lembaga bisnis dan industri yang melihat peserta didik (siswa-siswi) sebagai objek yang siap menjadi ”ATM”.
Pada saat yang bersamaan, moral dan etika bukan lagi menjadi ”menu bergizi” bagi murid sekolah (juga guru), tetapi telah menjadi ”komoditas eceran”. Pada dasarnya pendidikan nilai itu hanya dapat diwujudkan atau dijabarkan dalam suatu kebersamaan. Oleh karena itu, untuk melakukannya hampir tidak mungkin tanpa rasa empati dan penghargaan kepada orang lain, kepada segala sesuatu di lingkungan alam dan lingkungan sosial, yang mengerucut pada penghargaan kepada kehidupan.
Sementara empati tak mungkin muncul tanpa kepekaan terhadap berbagai persoalan tanpa sekat-sekat ras, etnis, agama, golongan, dan lainnya. Nilai merupakan integritas hidup seseorang yang akan tercermin dalam pilihannya : cara berpakaian, teman-teman yang dipilih pasangan hidup, interaksi sosial, dan bagaimana hubungan keluarga dengan saudara-saudaranya. Nilai juga berkaitan dengan masalah baik dan buruk. Tolok ukur kebenaran sebuah nilai dalam perspektif filsafat adalah aksiologi.
Sehingga pendidikan nilai membantu banyak orang untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang tidak diprioritaskan, mana yang perlu dan mana tidak perlu.
Masalah mendasar dalam pendidikan nilai, ada tiga masalah mendasar yang mesti dipahami oleh para pendidik (guru) dan siapa saja, yaitu apa yang harus diajarkan (filsafat), bagaimana anak belajar dan memahami nilai moral (psikologi), serta bagaimana perannya dalam masyarakat nantinya (sosiologi).
Menolak pentingnya filsafat berarti menerima saja yang diperintahkan oleh suatu sistem tertentu. Mengesampingkan psikologi sebagai suatu sarana didaktik metodik pendidikan berarti membiarkan para pendidik seenaknya menggunakan metode-metode pendidikan yang belum teruji kebenaran ilmiahnya. Mengabaikan hakikat tujuan pendidikan moral dalam rangka sejarah (masyarakat) berarti menerima saja masyarakat seperti apa adanya tanpa peduli mengenai apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Pendidikan nilai, moral dan etika merupakan hidden curriculum yang secara integral terkait dengan hampir semua mata pelajaran sekolah. Keberhasilan menanamkan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai tersebut tergantung dari peranan pendidik (guru) yang mendukung sistem penyelenggaraan pendidikan sekolah dan sejauh mana komitmen masyarakat dan pemerintah dalam memberikan teladan kepada anak-anak. Dari perbuatan mendidik dan para pendidik, dapat diketahui bahwa nilai-nilai kependidikan terjelma secara langsung ataupun tidak langsung dalam setiap keputusan yang diambil oleh pendidik.
Pendidikan nilai tidak dapat dilaksanakan dengan pengajaran di tengah-tengah pelanggaran moral dan anomali yang terus terjadi seperti sekarang ini. Musuh utama pendidikan nilai ialah birokrasi yang korup dan serakah, politisi yang berperilaku ‘’seperti preman”, konglomerat (pengusaha) yang merampas hak-hak ekonomi rakyat, para pendidik yang menempatkan siswi-siswi sebagai ‘’sapi perah”, para selebritis yang gonta-ganti pasangan, dan aneka macam penyakit moral. Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup.
Terlepas dari problematika dan kebingungan di atas, maka pendidikan nilai kepada anak didik tetap harus diberikan sesuai dengan kebutuhannya bahkan harus lebih, guna membendung kemerosotan-kemerosotan moral yang lebih parah lagi terjadi.
Oleh karena itu dalam makalah ini, penulis akan membahas terkait dengan pendidikan nilai dalam dunia pendidikan Islam. Sehingga nanti akan didapatkan hasil yang komprehensif tentang pentingnya pendidikan nilai dalam pembentukan moral anak didik.
II. RUMUSAN MASALAH
Guna lebih memfokuskan pembahasan, maka dalam makalah ini, penulis akan merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengertian pendidikan nilai dalam dunia pendidikan Islam ?
2. Bagaimana penerapan pendidikan nilai dalam dunia Islam ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar