Hidup penuh
dengan risiko yang terduga maupun tidak terduga, oleh karena itulah kita perlu
memahami tentang asuransi. Beberapa kejadian alam yang terjadi pada tahun-tahun
belakangan ini dan memakan banyak korban, baik korban jiwa maupun harta,
seperti mengingatkan kita akan perlunya asuransi. Bagi setiap anggota
masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk mengalami ketidakberuntungan (misfortune)
seperti ini selalu ada (Kamaluddin:2003). Dalam rangka mengatasi kerugian yang
timbul, manusia mengembangkan mekanisme yang saat ini kita kenal sebagai
asuransi.
Fungsi utama
dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk
transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung)
kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti
menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung
menyediakan pengamanan finansial (financial security) serta ketenangan (peace
of mind) bagi tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan
premi dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian
yang mungkin dideritanya (Morton:1999).
Pada dasarnya,
polis asuransi adalah suatu kontrak yakni suatu perjanjian yang sah antara
penanggung (dalam hal ini perusahaan asuransi) dengan tertanggung, dimana pihak
penanggung bersedia menanggung sejumlah kerugian yang mungkin timbul dimasa
yang akan datang dengan imbalan pembayaran (premi) tertentu dari tertanggung.
Menurut
Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud dengan asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Agar suatu
kerugian potensial (yang mungkin terjadi) dapat diasuransikan (insurable)
maka harus memiliki karakteristik: 1) terjadinya kerugian mengandung
ketidakpastian, 2) kerugian harus dibatasi, 3) kerugian harus signifikan, 4)
rasio kerugian dapat terprediksi dan 5) kerugian tidak bersifat katastropis
(bencana) bagi penanggung.
Timbul
pertanyaan; kematian adalah sesuatu yang pasti, mengapa bisa diasuransikan?
Meski merupakan sesuatu yang mengandung kepastian, namun kapan tepatnya saat
kematian seseorang berada diluar kendali orang tsb. Sehingga saat terjadinya
peristiwa kematian yang betul-betul mengandung ketidakpastian inilah yang
menyebabkannya insurable.
Ada dua bentuk
perjanjian dalam menetapkan jumlah pembayaran pada saat jatuh tempo asuransi
yaitu: kontrak nilai (valued contract) dan kontrak indemnitas (contract
of indemnity). Kontrak nilai adalah perjanjian dimana jumlah pembayarannya
telah ditetapkan dimuka. Misal, nilai Uang Pertanggungan (UP) pada asuransi
jiwa. Kontrak indemnitas adalah perjanjian yang jumlah santunannya didasarkan
atas jumlah kerugian finansial yang sesungguhnya. Misal, biaya perawatan rumah
sakit.
Dalam hal
perusahaan asuransi berusaha menekan kemungkinan kerugian yang fatal/besar,
maka dapat mengalihkan resiko kepada perusahaan asuransi lain. Hal ini
disebut reasuransi; perusahaan yang menerima reasuransi dinamakan reasuradur.
Selain kelima karakteristik diatas, sebelum dapat diasuransikan, maka perusahaan asuransi harus mempertimbangkan insurable interest dan anti seleksi. Insurable interest berkaitan dengan hubungan antara tertanggung dengan penerima santunan/manfaat – dalam hal terjadi kerugian potensial. Contoh, perusahaan asuransi tidak akan menjual polis asuransi kebakaran kepada pihak selain pemilik gedung yang diasuransikan. Insurable interest dlm contoh ini adalah kepemilikan thd sesuatu yang diasuransikan. Begitu pula hubungan keluarga, keterkaitan financial yang beralasan, juga merupakan bentuk insurable interest. Yang dimaksud anti seleksi (kontra seleksi) mengacu pada adanya kecenderungan lebih besar untuk ikut asuransi karena memiliki tingkat resiko diatas rata-rata. Contoh, orang yang memiliki catatan kesehatan buruk atau resiko pekerjaan berbahaya cenderung mau membeli asuransi. Untuk mengurangi akibat anti seleksi, perusahaan asuransi harus dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi potensi resiko atau kerugian. Proses identifikasi dan klasifikasi tingkat resiko itu disebut underwriting atau seleksi resiko. Namun bukan berarti anti seleksi menyebabkan pengajuan asuransinya ditolak, karena bagi tertanggung dengan resiko kerugian diatas rata-rata dapat dikenakan premi sub standar (premi khusus) disebabkan resikonya sub standar (resiko khusus) kecuali jika kemungkinan kerugiannya jauh lebih tinggi, mungkin permohonan asuransinya ditolak.
Sejarah Asuransi
Asuransi berasal mula dari masyarakat Babilonia
4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Kemudian pada tahun 1668
M di Coffee House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal
asuransi konvensional. Sumber hukum asuransi adalah hukum positif, hukum alami
dan contoh yang ada sebelumnya sebagaimana kebudayaan.
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan
adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer
of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada
penanggung. Asuransi sebagai mekanisme pemindahan resiko dimana individu atau business
memindahkan sebagian ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran premi. Definisi
resiko disini adalah ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu kerugian (the
uncertainty of loss).
Asuransi di Indonesia berawal pada masa penjajahan
Belanda, terkait dengan keberhasilan perusahaan dari negeri tersebut di sektor
perkebunan dan perdagangan di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan
terhadap keberlangsungan usahanya, tentu diperlukan adanya asuransi.
Perkembangan industri asuransi di Indonesia sempat vakum selama masa penjajahan
Jepang.
Kebutuhan Jaminan yang Dapat Dipenuhi oleh Asuransi
Jiwa
1) Kebutuhan
Pribadi, meliputi: penyediaan biaya-biaya hidup final seperti biaya yang
berkaitan dengan kematian, biaya pembayaran tagihan berupa hutang atau pinjaman
yang harus dilunasi; tunjangan keluarga; biaya pendidikan; dan uang pensiun.
Selain itu, polis asuransi jiwa yang memiliki nilai tunai dapat digunakan
sebagai tabungan maupun investasi.
2) Kebutuhan
Bisnis, seperti: insurance on key persons (asuransi untuk orang-orang
penting dalam perusahaan); insurance on business owners (asuransi untuk
pemilik bisnis); employee benefit (kesejahteraan karyawan) contohnya
asuransi jiwa dan kesehatan kumpulan.
sumber :
Morton, G. (1999). Principles of Life and Health Insurance. LOMA.